Selasa, 19 Juni 2007

Ikan Lokal Pemicu Inflasi Kalimantan Selatan

Ikan Lokal Pemicu Inflasi Kalimantan Selatan

PEMICU inflasi di kota-kota lain biasanya sektor jasa, properti, atau permintaan barang-barang konsumsi lainnya yang khas kota dan modern. Namun, di Banjarmasin, pemicu inflasi itu justru dipicu hal sepele, yaitu langkanya ikan haruan (gabus, Ophiocephalus striatus atau Channa striatus), ikan pepuyu/betok (Anabas testudineus), sepat (Trichogaster spp), dan seluang (Rasbora spp).

Memang menggelikan, tetapi data dari BPS Kalimantan Selatan (Kalsel) membuktikan kelangkaan ikan lokal mendongkrak inflasi. November 2003 ini saja inflasi di Banjarmasin yang mencapai 1,42 persen itu didorong oleh komoditas ikan haruan sebesar 0,43 persen dan ikan pepuyu 0,10 persen.

Sumbangan perubahan harga ikan haruan tidak tanggung-tanggung karena menduduki urutan teratas dari 10 komoditas di Kalsel yang menjadi pendorong inflasi. Masyarakat Kalsel memang "maniak" dengan ikan lokal, terutama haruan. Oleh karena itu, berapa pun harga haruan akan tetap dibeli.

Kini harga haruan basah mencapai Rp 25.000 per kilogram dan untuk haruan yang sudah dikeringkan mencapai Rp 35.000 per kilogram. Ikan pepuyu, sepat, dan seluang kering berkisar antara Rp 30.000 sampai Rp 35.000 per kg.

Di antara keempat ikan tersebut, haruan memang paling dibutuhkan karena selain harganya relatif murah, rasanya juga khas gurih. Ikan lainnya memang tak diragukan kelezatannya, namun karena sangat langka maka hanya orang tertentu saja yang mampu membelinya.

Ciri-ciri umum haruan, yaitu bentuk tubuhnya hampir bulat, makin ke belakang makin gepeng. Kepala agak gepeng dan bentuknya seperti ular. Ikan karnivora yang bergigi di rahang ini berwarna coklat sampai hitam pada bagian atas dan coklat muda sampai keputih-putihan pada bagian perut.

Di Kalsel, ikan haruan hidup di air rawa-rawa yang masam dan menyukai air yang tergenang. Penyebarannya meliputi Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Cina, India, Sri Lanka, dan Indonesia (Jawa, Sulawesi, Bangka, Bali, Lombok, Madura, Flores, Ambon, dan Kalimantan).

Ikan haruan merupakan makanan rakyat yang umumnya dimakan bersama ketupat kandangan. Perlu dicatat, rasa ikan haruan sungguh berbeda dibandingkan dengan haruan dari Kaltim maupun dari Jawa.

"Daging haruan di sini lebih enak dibandingkan dengan haruan Kaltim atau haruan Jawa. Dulu di Kaltim saya tidak bisa makan haruan karena di tempat saya, haruan yang seperti kepala ular itu tidak dimakan. Tapi setelah di sini haruan menjadi makanan favorit saya," kata Halimatus Sadiyah, staf Dinas Perikanan dan Kelautan Kalsel yang lahir di Kaltim.

Selain dikeringkan, ikan haruan kini juga diproses menjadi abon yang harganya tak kalah menariknya. Rp 12.000 per bungkus plastik yang beratnya 100 gram. Abon ini juga menjadi oleh-oleh favorit dari Kalsel.

Ikan seluang berbentuk pipih kecil seperti ikan wader di Jawa. Ikan ini termasuk makanan kelas elite yang kini hanya beberapa restoran dan hotel saja yang menyediakan. Pejabat dari Jakarta bila ke Kalsel pasti disuguhi menu seluang ini.

Ikan tersebut digoreng kering dan renyah dimakan. Di beberapa restoran di Kalsel ikan seluang goreng dibungkus plastik dan bisa tahan beberapa bulan untuk dibawa sebagai oleh-oleh khas Kalsel.

Ikan sepat juga merupakan jenis ikan yang disukai. Badannya pipih, jari-jari pertama sirip perut memanjang seperti cambuk yang berguna sebagai peraba. Dari hidung sampai ekor membujur bercak-bercak hitam. Matanya relatif besar, sisiknya kecil-kecil dan kasar.

Ikan sepat di Kalsel hidup di rawa-rawa dan rasa dagingnya berbeda dengan sepat di Jawa. "Sepat rawa ini lebih kecil dan biasanya dikeringkan untuk dikirim ke Jawa," kata Khairudin, Kepala Seksi Produksi Perikanan Darat.

Ikan sepat tersebut dihasilkan petani rawa saat pascapanen. Jadi, seusai memanen padi, ibu-ibu mencari sepat dan kemudian langsung menjemurnya di emperan rumah. Hal ini menjadi pemandangan menarik di sepanjang jalan tepi Sungai Martapura, Kabupaten Banjar.

Namun, kini keempat jenis ikan idola Kalsel tersebut semakin langka, terutama ikan seluang, pepuyu, dan sepat. "Di pasar kalau ada ikan seluang atau pepuyu pasti jadi rebutan. Sekarang ini sulit mencari ikan-ikan itu, sudah setengah bulan ini kosong," kata Diana, pemilik warung makan yang menyajikan ikan lokal.

Wahidah, penduduk Desa Malintang, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, yang sering mencari ikan sepat, pepuyu, dan seluang mengakui sekarang ini mencari kedua ikan itu sulit. Kalaupun ada, hanya menemukan anakannya saja dan itu pun terpaksa juga diambil. (AMR)